Kura- Kura Rentang fosil: Masa Trias - kini |
||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Kura-kura kubus Florida Terrapene carolina
|
||||||||
Klasifikasi ilmiah | ||||||||
|
||||||||
Subordo | ||||||||
Cryptodira Pleurodira Mengenai suku-suku Testudinata, lihat pada uraian. |
Kura-kura
Batok kura-kura
ini terdiri dari dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas
(carapace) dan bagian bawah (ventral, perut) disebut plastron. Kemudian
setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa
sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting; sementara lapis
bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti
tempurung. Perkecualian terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan
jenis penyu
belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan lapisan
kulit di bagian luar tempurung tulangnya.
Dalam bahasa
Indonesia, kita mengenal tiga kelompok hewan yang termasuk bangsa ini, yalah
penyu (bahasa Inggris: sea
turtles), labi-labi atau bulus (freshwater turtles), dan kura-kura (tortoises).
Dalam bahasa Inggris, dibedakan lagi antara kura-kura darat (land tortoises)
dan kura-kura air tawar (freshwater tortoises atau terrapins).
Bagaimana batok
kura-kura itu terbentuk dan berkembang dalam proses evolusinya, belum diperoleh
keterangan yang jelas. Fosil kura-kura tertua kedua yang berasal dari Masa
Trias (sekitar 210 juta tahun silam), Proganochelys, telah berbentuk
mirip dengan kura-kura masa kini. Perbedaannya, tulang belulang di bagian
punggung belum begitu melebar dan belum semuanya menyatu membentuk tempurung
yang sempurna. Kura-kura purba hidup dan berkembang kurang lebih sejaman dengan
dinosaurus. Archelon, misalnya,
merupakan kura-kura raksasa yang diameter tubuhnya dapat mencapai lebih dari 4
m. Fosil kura-kura tertua yang ditemukan saat ini adalah Odontochelys
yang ebrasal dari sekitar 220 juta tahun silam.
Banyak jenis
kura-kura yang hidup sekarang mampu menyembunyikan kepala, kaki dan ekornya ke
dalam tempurungnya, sehingga dapat menyelamatkan diri. Namun beberapa kura-kura
primitif, seperti contohnya penyu, tak dapat menarik masuk anggota badannya
itu.
Kura-kura hidup
di berbagai tempat, mulai daerah gurun, padang
rumput, hutan, rawa, sungai dan laut. Sebagian
jenisnya hidup sepenuhnya akuatik, baik di air tawar maupun di lautan.
Kura-kura ada yang bersifat pemakan tumbuhan (herbivora), pemakan
daging (karnivora) atau campuran
(omnivora).
Kura-kura tidak
memiliki gigi. Akan tetapi perkerasan tulang di moncong kura-kura sanggup
memotong apa saja yang menjadi makanannya.
Ukuran tubuh
kura-kura bermacam-macam, ada yang kecil ada yang besar. Biasanya ditunjukkan
dengan panjang karapasnya (CL, carapace length). Kura-kura terbesar
adalah penyu belimbing, yang karapasnya dapat mencapai panjang 300 cm.
Labi-labi terbesar adalah labi-labi
irian, dengan
panjang karapas sekitar 51 inci. Sementara kura-kura raksasa dari Kep. Galapagos dan Kep. Seychelles panjangnya
dapat melebihi 50 inci. Sedangkan yang terkecil adalah kura-kura mini dari Afrika
Selatan, yang panjang
karapasnya tidak melebihi 8 cm.
Kura-kura
berbiak dengan bertelur (ovipar). Sejumlah beberapa butir (pada kura-kura
darat) hingga lebih dari seratus butir telur (pada beberapa jenis penyu)
diletakkan setiap kali bertelur, biasanya pada lubang pasir di tepi sungai atau
laut, untuk kemudian ditimbun dan dibiarkan menetas dengan bantuan panas
matahari. Telur penyu menetas kurang lebih setelah dua bulan (50-70 hari)
tersimpan di pasir.
Jenis kelamin
anak kura-kura yang bakal lahir salah satunya ditentukan oleh suhu pasir tempat
telur-telur itu tersimpan. Pada kebanyakan jenis kura-kura, suhu di atas
rata-rata kebiasaan akan menghasilkan hewan betina. Dan sebaliknya, suhu di
bawah rata-rata cenderung menghasilkan banyak hewan jantan.
Kura-kura
termasuk salah satu jenis hewan yang berumur panjang. Reptil ini dapat hidup
puluhan tahun, bahkan seekor kura-kura darat dari Kep. Seychelles tercatat
hidup selama 152 tahun (1766 – 1918).
Kura-kura
secara tradisional merupakan hewan yang akrab dengan manusia. Mitologi Hindu menyebutkan
bahwa bumi ini disangga
oleh empat ekor kura-kura. Demikian pula, kisah kuno Adiparwa menceritakan
bahwa kura-kura raksasa berperan penting menyangga gunung, yang diputar
dan digunakan untuk mengaduk lautan, dalam mencari tirta amerta –air kehidupan.
Labi-labi juga
menjadi hewan yang disucikan, sehingga kerap dipelihara di kolam-kolam kuil Hindu atau
tempat suci lainnya. Karena itu, lukisan kura-kura kadang-kadang muncul pada
relief candi atau makam.
Pada sisi yang
lain, daging kura-kura dan penyu telah sejak lama dikenal sebagai makanan yang
lezat. Beribu-ribu ekor labi-labi, kura-kura dan penyu, terutama penyu hijau,
berakhir hidupnya setiap tahun di dapur restoran. Demikian pula
nasib telur-telurnya, banyak yang akhirnya menjadi santapan manusia.
Sejenis penyu,
yakni penyu
sisik (Eretmochelys
imbricata), diburu orang untuk diambil sisiknya yang indah sebagai bahan perhiasan.
Bersama penyu sisik, beberapa jenis penyu yang lain juga kerap dibunuh dan
dikeringkan (diopset) untuk dijadikan hiasan dinding.
Di samping itu
banyak jenis kura-kura yang ditangkapi untuk diperdagangkan sebagai hewan
timangan (pet). Baik karena keindahan warnanya, keunikannya, atau
–ironisnya- kelangkaannya. Beberapa jenisnya dapat mencapai harga yang sangat
mahal.
Tekanan yang tinggi
dan terus-menerus ini, telah menurunkan banyak populasi kura-kura ke
tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Apalagi kebanyakan habitat alaminya di sungai-sungai, rawa dan hutan juga telah
turut rusak akibat aktivitas manusia. Pada pihak lain, perkembangan populasi
kura-kura amat lambat dan kebanyakan malah belum diketahui sifat-sifat dan
kebiasaannya. Oleh sebab itu tindakan konservasi bagi hewan ini
amat diperlukan.
Dari semua
bangsa kura-kura, hanya penyu yang telah dilindungi dengan cukup baik di
Indonesia. Hampir semua jenisnya telah dilindungi oleh undang-undang. Banyak pantai
peneluran penyu yang telah dimasukkan ke dalam kawasan yang dilindungi, seperti
misalnya Pantai Sukamade di Jawa Timur dan Pantai Jamursba-Medi
di Papua. Meski demikian, penangkapan penyu dan pengambilan telurnya masih juga
berlangsung secara ilegal dan sulit
dihentikan.
Seluruhnya, diperkirakan terdapat sekitar 260
spesies kura-kura dari 12-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar